Pendidikan

Implikasi Pengembangan Kurikulum dan Relevansinya Terhadap Perkembangan Berpikir Anak

Keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya antara lain dipengaruhi oleh pemahamannya tentang pengembangan kurikulum. Salah satu prinsip pengembangan kurikulum adalah relevansinya terhadap perkembangan peserta didik. Guru sebagai bagian dari pengembang kurikulum menduduki posisi strategis dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, seorang guru perlu memahami perkembangan anak didik, sebab hal ini membantu guru dalam memahami setiap tingkah laku anak didiknya.
Dalam proses belajar dan pembelajaran di dunia pendidikan, individu memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda satu sama lain baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Hal ini membutuhkan pengelolaan yang berbeda. Ada  anak yang tidak suka mengikuti perintah orang tua dan gurunya melainkan ingin menciptakan sendiri, ada juga anak yang sulit diatur, sementara sisanya lebih memilih "to follow" menjadi pengikut untuk mengerjakan sesuatu atas petunjuk dan perintah orang lain. Namun, sayangnya karena ketidaktahuan kita sebagai pendidik serta intervensi sistem sekolah yang ada, semua anak di cetak untuk menjadi Follower.
Banyak para pendidik yang belum memahami tahap-tahap perkembangan – perkembangan berpikir seorang anak. Sehingga masih ada pendidik yang menerapkan sistem pembelajaran tanpa melihat perkembangan anak didiknya. Hal ini akan berakibat adanya ketidakseimbangan antara sistem pembelajaran dengan perkembangan anak yang akan menyulitkan anak didik mengikuti system pembelajaran yang ada. Dengan mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan anak didik kita akan mudah mengembangkan kurikulum sesuai dengan perkembangan anak didik.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target kurikulum. Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum. Sehingga  tidak heran, terkait masalah Proses Belajar Mengajar (PBM) di sekolah seringkali mengecewakan, apalagi bila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Banyak siswa mampu  menyajikan tingkat  hapalan  yang  baik terhadap  materi ajar yang  diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Selain itu, sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan. Padahal mereka sangat membutuhkan konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja.
Sebagai pengalaman berharga dari negara lain bahwa seorang siswa akan menunjukkan  minat dan prestasi yang meningkat dalam bidang matematika, sains, dan bahasa pada saat; siswa dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai; siswa diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas; dan siswa diperkenankan untuk bekerja secara bersama-sama (cooperative). Guru diharapkan dapat melakukan pengembangan kurikulum yang relevan terhadap perkembangan anak didiknya tanpa harus terikat dengan intervensi sistem sekolah yang ada.
Setiap siswa akan melewati tahap-tahap perkembangan berpikir yang terkadang berbeda-beda pada setiap anak. Namun sebagian besar guru hanya mengikuti sistem sekolah yang telah terpola beserta serangkaian target yang harus dicapai dalam kurikulum.
Sebagian besar guru hanya menggunakan kurikulum vertikal, kurikulum yang hanya mengikuti level/tingkat yang semakin tinggi tanpa memperhatikan tingkat perkembangan berpikir setiap siswa yang berbeda-beda (Lochhead:1979). Setiap siswa dituntut untuk mengikuti materi pelajaran sepenuhnya dan cara yang paling mudah dalam menggunakan kurikulum vertikal ini adalah dengan menggunakan metode ceramah, metode dimana guru secara langsung menyampaikan materi dan siswa hanya mendengarkan. Maka, tidak heran jika sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan. Kompetensi lulusan yang dihasilkan juga tidak cakap dan kritis jika diberikan beberapa permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Disebutkan bahwa kurikulum horizontal merupakan kurikulum yang melatih siswa untuk menggunakan tahap berpikirnya dalam belajar. Dalam kurikulum ini guru tidak membandingkan kemajuan setiap siswanya, tetapi lebih kepada pemilihan pengalaman belajar yang sesuai untuk siswa yang mendorong mereka aktif berpikir karena sejatinya belajar bukanlah menghapal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar